SURAT KABAR - Sebuah kisah mengharukan sekaligus menyedihkan tengah viral di media sosial, setelah seorang siswa Sekolah Dasar (SD) dilaporkan dijauhi oleh teman-temannya hanya karena tidak memiliki boneka Labubu, mainan yang belakangan ini sangat populer di kalangan anak-anak. Kisah ini pertama kali diunggah oleh Hanny Honoris di platform TikTok dan dengan cepat menarik perhatian warganet.
Menurut unggahan Hanny, siswa tersebut mengalami perundungan dari teman-temannya lantaran tidak memiliki boneka Labubu.
Kondisi ini membuat sang siswa merasa terasing dan tidak nyaman berada di lingkungan sekolah. Bahkan, akibat tekanan sosial yang dirasakannya, ia terpaksa absen dari sekolah selama beberapa hari.
Baca Juga: Kereta Api Pandalungan Alami Gangguan di Probolinggo, KAI Daop 9 Jember Sampaikan Permohonan Maaf
Peristiwa ini memicu perbincangan hangat di dunia maya tentang dampak negatif dari kepemilikan mainan populer yang bisa memicu diskriminasi sosial di kalangan anak-anak.
Banyak netizen yang menyayangkan kejadian ini, menyebut bahwa semestinya sekolah bisa lebih peka terhadap kondisi sosial para siswanya dan mencegah terjadinya perundungan seperti ini.
Pihak sekolah akhirnya merespons cepat setelah kisah ini menjadi viral. Dalam sebuah pernyataan, pihak sekolah mengumumkan bahwa mereka telah mengambil langkah tegas dengan melarang siswa membawa boneka Labubu serta mainan populer lainnya ke sekolah.
Kebijakan ini diambil sebagai upaya untuk mencegah terjadinya diskriminasi sosial lebih lanjut di antara para siswa.
"Keputusan ini diambil demi menjaga kesetaraan dan kenyamanan semua siswa di lingkungan sekolah. Kami berharap, dengan adanya kebijakan ini, peristiwa serupa tidak akan terulang lagi," jelas seorang perwakilan sekolah.
Langkah ini disambut baik oleh banyak orang tua dan masyarakat. Mereka berharap kebijakan tersebut dapat menjadi solusi untuk mengatasi masalah perundungan yang seringkali bermula dari perbedaan status sosial atau kepemilikan barang di kalangan anak-anak.
Namun, di sisi lain, ada pula pihak yang menyarankan agar sekolah juga memberikan edukasi lebih lanjut kepada siswa tentang pentingnya menghargai perbedaan dan menjunjung tinggi sikap toleransi.
Kisah ini menjadi pengingat penting bahwa perundungan dan diskriminasi dapat terjadi sejak usia dini, dan perlu ada tindakan pencegahan yang tepat agar tidak menimbulkan dampak negatif yang lebih besar.
Dengan adanya kebijakan baru dari pihak sekolah, diharapkan lingkungan belajar yang sehat dan inklusif dapat terwujud bagi semua siswa.