CIMAHI, SURAT KABAR – Di tengah arus modernisasi yang semakin kuat, minat generasi muda terhadap seni tradisional sering kali tergerus oleh teknologi dan budaya populer.
Namun, di SMP PGRI 1 Cimahi, seni tradisional masih mendapat tempat di hati para siswa. Angga Firmansyah (14) dan Alvira Adelia Putri (13), dua siswa berprestasi dari sekolah tersebut, memilih untuk menggeluti seni tradisional Sunda di tengah-tengah pengaruh teknologi modern.
Angga, siswa kelas 8, telah mencintai musik tradisional Sunda sejak usia dini. Ia mengungkapkan bahwa kecintaannya pada gamelan sudah dimulai sejak duduk di bangku SD, di mana ia belajar secara otodidak sebelum akhirnya mendapatkan bimbingan dari pamannya.
Baca Juga: BKPSDMD Cimahi Perketat Deteksi Dini Narkoba di Kalangan Pegawai
“Awalnya belajar sendiri waktu kelas 3 SD, lalu diajari oleh paman. Saat mau masuk SMP, saya diarahkan oleh saudara untuk masuk ke SMP PGRI 4 Cimahi karena katanya seni di sini bagus,” ujar Angga saat ditemui di sekokah, Kamis (3/10/24).
Selain aktif dalam ekstrakurikuler seni kontemporer di sekolah, Angga juga tergabung dalam Komunitas Astawaditra, serta menjadi bagian dari grup Mekar Giriharja 2 dan Pepadi Kota Cimahi. Prestasinya di dunia seni gamelan pun tak diragukan lagi.
Angga berhasil meraih juara 1 tingkat nasional, serta juara 2 di Festival Indonesia Merdeka yang digelar di Alun-Alun Cimahi.
Namun, meski memiliki banyak prestasi di bidang seni, Angga mengaku tidak berencana untuk fokus sepenuhnya di bidang musik tradisional di masa depan.
“Kedepannya saya tidak terlalu fokus di musik, karena menurut saya musik itu hanya hobi. Saya ingin bekerja di bidang lain,” tuturnya.
Berbeda dengan Angga, Alvira Adelia Putri memilih untuk mendalami pupuh, seni nyanyian tradisional Sunda.
Meski lahir dari keluarga berdarah Jawa yang tidak memiliki garis keturunan Sunda, hal ini tidak menghalangi Alvira untuk tetap menekuni seni tradisional tersebut.
“Awalnya saya penasaran dengan pupuh, karena ingin mencoba sesuatu yang baru. Kesulitan memang ada, terutama dalam memahami nada dan cengkoknya, tapi setelah latihan terus-menerus, sekarang saya sudah menguasai Pupuh Sinom,” ungkap Alvira.
Reaksi keluarganya pun cukup mengejutkan ketika mengetahui minat Alvira pada pupuh.
“Keluarga awalnya kaget, karena kami bukan orang Sunda. Tapi mereka mendukung saya karena kami tinggal di tanah Sunda, jadi tidak ada salahnya belajar pupuh,” tambahnya.
Alvira berharap dapat terus berkembang dan menguasai lebih banyak jenis pupuh di masa depan.
“Harapan saya, semoga bisa lebih baik lagi, menguasai lebih banyak pupuh, dan bisa berprestasi lebih banyak lagi,” harapnya.
Kepala SMP PGRI 1 Cimahi, Ahmad Sidik, turut bangga dengan prestasi yang diraih oleh Angga dan Alvira.
Menurutnya, sekolah tidak pernah memaksakan siswa untuk menekuni seni tradisional, namun selalu memberikan dukungan penuh bagi setiap siswa yang memiliki minat dan bakat.
“Kami selalu mendorong anak-anak untuk mengembangkan bakatnya, tanpa paksaan. Kami juga memanfaatkan teknologi dalam proses belajar, tetapi tidak membiarkan siswa diperbudak oleh teknologi. Mereka harus bisa menggunakannya sebagai alat untuk berkembang,” jelas Ahmad.
Ia juga menekankan pentingnya menjaga kesenian tradisional di tengah era modern.
“Kita tetap berusaha ngamumule (melestarikan) seni tradisional, agar tidak hilang ditelan zaman. Meskipun modernisasi tidak bisa dihindari, kita harus tetap mempertahankan jati diri budaya kita,” tutup Ahmad.
Alhamdulillah
BalasHapus