CIMAHI, SURAT KABAR (Feature) – Malam itu, di Graha Singosari, Melong, Cimahi Selatan, suasana begitu penuh energi. Di antara keramaian dan yel-yel pendukung tiga pasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Cimahi, ada sebuah momen yang seakan melambat, mengundang perhatian dan menyentuh hati.
Di sudut ruangan, terpajang sebuah papan merah muda, sederhana namun bermakna. Papan itu dipenuhi tulisan tangan dari warga disabilitas, berisi harapan, doa, dan pesan yang menggetarkan.
Bukan sekadar kata-kata, melainkan suara tulus yang menggema dari hati merekA yang selama ini seringkali tersembunyi di balik gemuruh politik. Di antara coretan itu, tertulis keinginan yang sederhana namun mendalam.
“Kami berharap calon pemimpin mendekat, jujur, dan peduli,” tulis seorang penyandang disabilitas.
Lainnya menyampaikan keinginan agar difabel diberikan ruang kerja yang layak, terutama bagi mereka yang berjuang melalui usaha kecil dan UMKM. Mereka berharap pemimpin baru dapat merangkul, bukan hanya memberi janji, tetapi memberikan tindakan nyata.
Saat ketiga pasangan calon memasuki ruangan, mata mereka tertuju pada papan tersebut. Ada jeda sejenak sebuah momen keheningan yang terasa panjang ketika mereka membaca pesan-pesan itu. Setiap paslon kemudian maju, mengambil spidol, dan membalas harapan-harapan itu dengan kata-kata mereka sendiri, menuliskan komitmen di atas kertas merah muda, seolah menjawab suara yang telah lama menunggu.
Pasangan Dikdik-Bagja memberikan pesan yang menyentuh, menekankan pentingnya keadilan bagi seluruh warga Cimahi.
“Kita bangun Cimahi lebih berkeadilan, untuk semua. Bagi saudara kita yang difabel, harus lebih bahagia,” tulis mereka.
Kalimat itu tidak hanya sebagai janji, tetapi sebagai dorongan bahwa kebahagiaan tidak boleh lagi menjadi hak istimewa segelintir orang.
Di samping itu, pasangan Ngatiyana-Adhitia merespons dengan pesan yang membawa ketenangan.
“Semangat, jangan khawatir, disabilitas ada di hati kami,” tulis mereka, mengajak warga disabilitas untuk terus maju tanpa rasa takut.
"Setiap perbedaan adalah kekayaan, setiap keterbatasan adalah harapan,” tambah mereka, seakan menguatkan bahwa keterbatasan bukanlah akhir dari perjalanan, melainkan awal dari keberanian untuk berharap.
Sementara itu, pasangan Bilal-Mulyana tak kalah menyentuh. Mereka menuliskan komitmen untuk menciptakan lingkungan yang lebih nyaman bagi kaum disabilitas di Cimahi.
“Bilal dan Mulyana pastikan disabilitas lebih nyaman di Kota Cimahi,” tulis mereka.
Pesan sederhana namun penuh janji itu seakan menyiratkan bahwa mereka tidak hanya hadir sebagai calon pemimpin, tetapi sebagai sahabat bagi mereka yang membutuhkan perhatian khusus.
Papan merah muda itu, malam itu, bukan hanya sekadar dekorasi kampanye. Ia menjadi simbol dari suara-suara yang selama ini terpendam, suara dari mereka yang mungkin tidak selalu terdengar di panggung besar politik, tetapi tak kalah pentingnya.
Harapan-harapan yang dituliskan di sana mencerminkan kerinduan warga disabilitas untuk diakui dan diperlakukan setara, sebagai bagian utuh dari masyarakat Cimahi.
Mereka tidak meminta banyak, hanya kesempatan yang sama, ruang yang layak, dan perhatian yang seimbang. Di tengah riuhnya Pilkada, suara mereka kini telah tertulis dan siap menantikan tindakan nyata dari calon pemimpin baru yang mereka percayakan.